Bila iming-imingnya mendapat keuntungan berlipat, Majelis
Ulama Indonesia (MUI) bilang itu riba, sehingga haram hukumnya. Bila korban
menuntut, polisi pun mengaku bisa memasukkannya sebagai tindakan kriminal
penipuan. Sementara, kalangan ekonom mendesak PT Perusahaan Umum Percetakan
Uang Republik Indonesia (Peruri) untuk melacaknya.
Dalam obrolan warung kopi, orang yang tidak pernah kesulitan materi sering dikatakan ‘uangnya tidak ada nomor serinya’. Nah para ekonom menilai fenomena Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang bisa menciptakan uang secara ;ghaib’ pun harus diteliti.
Meski polisi mengatakan asli, Bank Indonesia (BI) dan PT Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) bisa membantu mengendus kebenaran ‘ghaib’ yang digembar-gemborkan.
“Kok bisa? Saya kok baru dengar ini ?” aku Achmad Sjafii pakar ekonomi Universitas Airlangga (Unair). Dalam ekonomi, yang dimaksud uang (fisik/intrinsik) kertas maupun logam adalah yang bisa dicetak resmi oleh Bank Indonesia (BI) melalui PT Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri). Sehingga, patut dicurigai tentang keabsahan dari ‘penciptaan’ uang yang dicetak oleh Dimas Kanjeng. “Secara UU (undang-undang, red) begitu. Terutama, pada seri nomor uang dan lainnya,” tuturnya.
Ia pun meminta, uang ‘ghaib’ tetap disikapi dengan bijak dan nalar yang sehat. Sebaiknya, masyarakat tetap berada pada jalur yang benar dan masih pada garis ‘sunantullah’. “Sebagai manusia biasa, tetap berpendirian dan wajib berikhtiar dengan bekerja untuk mencari nafkah/uang,” pintanya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur (Jatim) pun mengaku baru mendengar. Laporan dari masyarakat pun belum ada yang masuk mengenai padepokan yang diasuh oleh Dimas Kanjeng Taat Pribadi tersebut. Juga terkait isu mendapat uang secara ‘gaib.’ Masih perlu dilakukan kajian-kajian mengenai padepokan yang diasuh oleh Dimas Kanjeng Taat Pribadi itu.
Abdus Somad, Ketua Umum MUI Jatim, mengungkapkan, pihaknya belum mendapat laporan. Namun, jika hal itu memang ada, masyarakat jangan sampai terkecoh karena hal itu tidak masuk akal sama sekali.
“Secara umum itu tidak masuk akal dan sulit untuk dicerna. Kalaupun ada, hal-hal yang terkait dengan dunia metafisik itu menjadi urusan Allah swt yang Maha Tahu Segalanya. Apalagi ada istilah biaya empat ekor sapi dan satu hektare lahan agar bisa masuk ke padepokan itu dengan tujuan untuk memperoleh harta yang berlipat-lipat, itu riba namanya. Haram hukumnya dalam Agama Islam,” ujarnya baru-baru ini.
Terpisah, menurut Hamri Jauhari, pengurus harian Muhammadiyah Surabaya, agama Islam tidak pernah mengajarkan cara memperoleh kekayaan secara instan. Apalagi berbau hal-hal gaib seperti yang dilakukan oleh Dimas Kanjeng Taat Pribadi.
“Agama Islam itu mengajarkan berdagang, bertani, pengembangan profesi, itu Islam. Masih ada beberapa hal lagi yang bisa juga dikembangkan secara transparan. Kalau metafisik seperti itu kemungkinan untuk dicerna akal akan sulit,” jelasnya.
Terpisah, Kabid Humas Polda Jatim, Kombespol Hilman Tayib mengatakan bahwa kasus ajaran ikhlas di Probolinggo yang mengharuskan pengikutnya membayar sejumlah uang atau benda berharga lainya tergolong pidana penipuan. "Praktek seperti itu bisa dikatakan penipuan," terangnya.
Apalagi pelaku mengiming-imingi pengikutnya akan mendapat pengembalian uang beribu kali lipat hingga miliaran rupiah. Tapi ketika pengikutnya menagih kapan uang miliaran yang dijanjikan akan cair, pelaku selalu berkelit bahwa uang miliaran itu akan cair ketika pengikutnya telah benar-benar ikhlas. Nah, selama pengikutnya itu masih menagih kapan uangnya akan cair, berarti para pengikut itu belum ikhlas secara total sehingga dipastikan uang itu tidak akan cair. "Itu termasuk modus kejahatan baru, agar korbannya bisa percaya, " jelasnya
Hilman menegaskan pihaknya akan menyelidiki kasus tersebut untuk memastikan apakah memang benar ada aksi kejahatan dengan modus menyetor uang dengan syarat ikhlas. "Karena modus itu termasuk penipuan, maka jika kami temukan bukti, langsung kami tangkap," tandasnya
Mengenai fenomena ini, Guru besar psikologi sosial Unair, Prof. Suryanto memaparkan ada banyak faktor yang menentukan kepercayaan seseorang terhadap orang lain. Di antaranya faktor kharisma dan kemampuan lebih yang tidak dimiliki orang lain. “Korban bisa saja percaya karena terpengaruh dengan kharisma pelaku, juga terpengaruh karena pelaku memiliki kemampuan menggandakan uang semacam itu.
Itulah salah satu sifat kompromis yang dimiliki manusia, dimana setiap orang dalam interaksi selalu membuat pengaruh,” ujarnya.
Korban yang bersedia bergabung, menurut Prof Suryanto selain karena faktor interaksi, juga dilandasi oleh faktor kebutuhan hidup dimana korban dalam kondisi kekurangan dan tidak ada pilihan lain selain mencari jalan pintas dengan mengikuti arahan pelaku, dan dengan kata lain pelaku memberikan sugesti kepada korbannya. “Pemberian sugesti dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya cara seperti yang dipakai pelaku. Apalagi didukung oleh karakteristik seseorang yang dapat dengan mudah disugesti, diantaranya adalah orang itu memiliki upaya untuk mendapatkan uang, terhimpit masalah kemiskinan, juga kepribadian. Tipe-tipe kepribadian tertentu dapat dengan mudah disugesti,” ujarnya.
Senada, Astrid Wiratna, dosen psikologi Universitas Ciputra dan Widya Mandala menerangkan bahwa apa yang dilakukan pelaku adalah memanipulasi harapan, yakni pelaku mensugesti orang untuk percaya, kemudian melakukan manipulasi persepsi untuk memainkan persepsi seseorang. “Pelaku tentunya juga mengetahui latar belakang korban yang bisa saja diantara mereka memang membutuhkan uang, atau dihimpit masalah kemiskinan sehingga jalan satu-satunya adalah mengikuti ajakan pelaku. Pelaku memainkan persepsi mereka dengan cara melakukan ilusi untuk memanipulasi persepsi korban,” ujar ketua ikatan psikolog klinis Surabaya itu. Ia juga mengatakan bahwa apa yang dilakukan pelaku dapat dinamakan sebagai ‘Creative Criminal’, yakni kriminalitas dengan modus unik, seperti memainkan psikologi seseorang maupun melakukan manipulasi ilusi, membawa nama agama dan Tuhan, juga manipulasi persepsi, dimana setiap manusia menurut ilmu psikologi mempunyai kelemahan di bidang persepsi.
‘Biar Dibalas Allah’
Dikonfirmasi soal ini, Sekretaris Yayasan Padepokan Dimas Kanjen Taat Pribadi, Suryono mengatakan, bukan sekali dua kali Dimas Kanjeng disudutkan orang. ”Bahkan ada beberapa orang yang lapor polisi, tetapi karena tidak didukung saksi dan bukti kuat, ya laporan itu tidak digubris polisi,” ujarnya.
Dikatakan memang ada sebagian orang yang mengatasnamakan Dimas Kanjeng untuk meraup keuntungan pribadi. Ada lagi yang menyudutkan Dimas Kanjeng melalui internet. ”Tetapi karena Dimas Kanjeng melarang kami menyerang balik orang-orang yang menyudutkan Dimas Kanjeng, ya kami diam saja. Biarlah Allah yang membalas mereka,” ujar Suryono.
Yang jelas hingga kini, padepokan mencatat sekitar 17.000 orang dari seluruh Indonesia menjadi santri Dimas Kanjeng. ”Kalau Dimas Kanjeng punya acara, barulah mereka diundang untuk datang atau partisipasi,” ujarnya.
Sebagian sumbangan santri itu dirupakan dalam bentuk infrastruktur di padepokan. Padepokan yang awalnya berpusat di rumah Dimas Kanjeng pun akhirnya meluas hingga sekitar 1 hektare.
Disinggung soal orang-orang yang menyetorkan uang amanah dengan imbalan kantong ajaib, Suryono awalnya enggan berkomentar. Ketika disinggung ada nama pengusaha besar, sekaligus Ketua Umum Parpol yang memiliki kantong ajaib tersebut, Suryono membenarkannya.
Ia kemudian menyebutkan sejumlah nama pengusaha besar baik tingkat regional Jatim hingga nasional, yang memiliki kantong ajaib itu. ”Waduh telanjur menyebutkan nama-nama, sebenarnya ini rahasia. Kalaupun dikonfirmasi balik, orang-orang tersebut bakal membantahnya, ya karena memang rahasia, ghaib,” ujarnya.
Suryono mengakui, untuk mendapatkan kantong ajaib itu harus ditebus dengan uang jutaan. ”Karena untuk menyiapkan kantong itu, Dimas Kanjeng juga perlu waktu dan pengorbanan besar,” ujarnya.m7,sab,m17 (tamat)
Dalam obrolan warung kopi, orang yang tidak pernah kesulitan materi sering dikatakan ‘uangnya tidak ada nomor serinya’. Nah para ekonom menilai fenomena Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang bisa menciptakan uang secara ;ghaib’ pun harus diteliti.
Meski polisi mengatakan asli, Bank Indonesia (BI) dan PT Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) bisa membantu mengendus kebenaran ‘ghaib’ yang digembar-gemborkan.
“Kok bisa? Saya kok baru dengar ini ?” aku Achmad Sjafii pakar ekonomi Universitas Airlangga (Unair). Dalam ekonomi, yang dimaksud uang (fisik/intrinsik) kertas maupun logam adalah yang bisa dicetak resmi oleh Bank Indonesia (BI) melalui PT Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri). Sehingga, patut dicurigai tentang keabsahan dari ‘penciptaan’ uang yang dicetak oleh Dimas Kanjeng. “Secara UU (undang-undang, red) begitu. Terutama, pada seri nomor uang dan lainnya,” tuturnya.
Ia pun meminta, uang ‘ghaib’ tetap disikapi dengan bijak dan nalar yang sehat. Sebaiknya, masyarakat tetap berada pada jalur yang benar dan masih pada garis ‘sunantullah’. “Sebagai manusia biasa, tetap berpendirian dan wajib berikhtiar dengan bekerja untuk mencari nafkah/uang,” pintanya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur (Jatim) pun mengaku baru mendengar. Laporan dari masyarakat pun belum ada yang masuk mengenai padepokan yang diasuh oleh Dimas Kanjeng Taat Pribadi tersebut. Juga terkait isu mendapat uang secara ‘gaib.’ Masih perlu dilakukan kajian-kajian mengenai padepokan yang diasuh oleh Dimas Kanjeng Taat Pribadi itu.
Abdus Somad, Ketua Umum MUI Jatim, mengungkapkan, pihaknya belum mendapat laporan. Namun, jika hal itu memang ada, masyarakat jangan sampai terkecoh karena hal itu tidak masuk akal sama sekali.
“Secara umum itu tidak masuk akal dan sulit untuk dicerna. Kalaupun ada, hal-hal yang terkait dengan dunia metafisik itu menjadi urusan Allah swt yang Maha Tahu Segalanya. Apalagi ada istilah biaya empat ekor sapi dan satu hektare lahan agar bisa masuk ke padepokan itu dengan tujuan untuk memperoleh harta yang berlipat-lipat, itu riba namanya. Haram hukumnya dalam Agama Islam,” ujarnya baru-baru ini.
Terpisah, menurut Hamri Jauhari, pengurus harian Muhammadiyah Surabaya, agama Islam tidak pernah mengajarkan cara memperoleh kekayaan secara instan. Apalagi berbau hal-hal gaib seperti yang dilakukan oleh Dimas Kanjeng Taat Pribadi.
“Agama Islam itu mengajarkan berdagang, bertani, pengembangan profesi, itu Islam. Masih ada beberapa hal lagi yang bisa juga dikembangkan secara transparan. Kalau metafisik seperti itu kemungkinan untuk dicerna akal akan sulit,” jelasnya.
Terpisah, Kabid Humas Polda Jatim, Kombespol Hilman Tayib mengatakan bahwa kasus ajaran ikhlas di Probolinggo yang mengharuskan pengikutnya membayar sejumlah uang atau benda berharga lainya tergolong pidana penipuan. "Praktek seperti itu bisa dikatakan penipuan," terangnya.
Apalagi pelaku mengiming-imingi pengikutnya akan mendapat pengembalian uang beribu kali lipat hingga miliaran rupiah. Tapi ketika pengikutnya menagih kapan uang miliaran yang dijanjikan akan cair, pelaku selalu berkelit bahwa uang miliaran itu akan cair ketika pengikutnya telah benar-benar ikhlas. Nah, selama pengikutnya itu masih menagih kapan uangnya akan cair, berarti para pengikut itu belum ikhlas secara total sehingga dipastikan uang itu tidak akan cair. "Itu termasuk modus kejahatan baru, agar korbannya bisa percaya, " jelasnya
Hilman menegaskan pihaknya akan menyelidiki kasus tersebut untuk memastikan apakah memang benar ada aksi kejahatan dengan modus menyetor uang dengan syarat ikhlas. "Karena modus itu termasuk penipuan, maka jika kami temukan bukti, langsung kami tangkap," tandasnya
Mengenai fenomena ini, Guru besar psikologi sosial Unair, Prof. Suryanto memaparkan ada banyak faktor yang menentukan kepercayaan seseorang terhadap orang lain. Di antaranya faktor kharisma dan kemampuan lebih yang tidak dimiliki orang lain. “Korban bisa saja percaya karena terpengaruh dengan kharisma pelaku, juga terpengaruh karena pelaku memiliki kemampuan menggandakan uang semacam itu.
Itulah salah satu sifat kompromis yang dimiliki manusia, dimana setiap orang dalam interaksi selalu membuat pengaruh,” ujarnya.
Korban yang bersedia bergabung, menurut Prof Suryanto selain karena faktor interaksi, juga dilandasi oleh faktor kebutuhan hidup dimana korban dalam kondisi kekurangan dan tidak ada pilihan lain selain mencari jalan pintas dengan mengikuti arahan pelaku, dan dengan kata lain pelaku memberikan sugesti kepada korbannya. “Pemberian sugesti dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya cara seperti yang dipakai pelaku. Apalagi didukung oleh karakteristik seseorang yang dapat dengan mudah disugesti, diantaranya adalah orang itu memiliki upaya untuk mendapatkan uang, terhimpit masalah kemiskinan, juga kepribadian. Tipe-tipe kepribadian tertentu dapat dengan mudah disugesti,” ujarnya.
Senada, Astrid Wiratna, dosen psikologi Universitas Ciputra dan Widya Mandala menerangkan bahwa apa yang dilakukan pelaku adalah memanipulasi harapan, yakni pelaku mensugesti orang untuk percaya, kemudian melakukan manipulasi persepsi untuk memainkan persepsi seseorang. “Pelaku tentunya juga mengetahui latar belakang korban yang bisa saja diantara mereka memang membutuhkan uang, atau dihimpit masalah kemiskinan sehingga jalan satu-satunya adalah mengikuti ajakan pelaku. Pelaku memainkan persepsi mereka dengan cara melakukan ilusi untuk memanipulasi persepsi korban,” ujar ketua ikatan psikolog klinis Surabaya itu. Ia juga mengatakan bahwa apa yang dilakukan pelaku dapat dinamakan sebagai ‘Creative Criminal’, yakni kriminalitas dengan modus unik, seperti memainkan psikologi seseorang maupun melakukan manipulasi ilusi, membawa nama agama dan Tuhan, juga manipulasi persepsi, dimana setiap manusia menurut ilmu psikologi mempunyai kelemahan di bidang persepsi.
‘Biar Dibalas Allah’
Dikonfirmasi soal ini, Sekretaris Yayasan Padepokan Dimas Kanjen Taat Pribadi, Suryono mengatakan, bukan sekali dua kali Dimas Kanjeng disudutkan orang. ”Bahkan ada beberapa orang yang lapor polisi, tetapi karena tidak didukung saksi dan bukti kuat, ya laporan itu tidak digubris polisi,” ujarnya.
Dikatakan memang ada sebagian orang yang mengatasnamakan Dimas Kanjeng untuk meraup keuntungan pribadi. Ada lagi yang menyudutkan Dimas Kanjeng melalui internet. ”Tetapi karena Dimas Kanjeng melarang kami menyerang balik orang-orang yang menyudutkan Dimas Kanjeng, ya kami diam saja. Biarlah Allah yang membalas mereka,” ujar Suryono.
Yang jelas hingga kini, padepokan mencatat sekitar 17.000 orang dari seluruh Indonesia menjadi santri Dimas Kanjeng. ”Kalau Dimas Kanjeng punya acara, barulah mereka diundang untuk datang atau partisipasi,” ujarnya.
Sebagian sumbangan santri itu dirupakan dalam bentuk infrastruktur di padepokan. Padepokan yang awalnya berpusat di rumah Dimas Kanjeng pun akhirnya meluas hingga sekitar 1 hektare.
Disinggung soal orang-orang yang menyetorkan uang amanah dengan imbalan kantong ajaib, Suryono awalnya enggan berkomentar. Ketika disinggung ada nama pengusaha besar, sekaligus Ketua Umum Parpol yang memiliki kantong ajaib tersebut, Suryono membenarkannya.
Ia kemudian menyebutkan sejumlah nama pengusaha besar baik tingkat regional Jatim hingga nasional, yang memiliki kantong ajaib itu. ”Waduh telanjur menyebutkan nama-nama, sebenarnya ini rahasia. Kalaupun dikonfirmasi balik, orang-orang tersebut bakal membantahnya, ya karena memang rahasia, ghaib,” ujarnya.
Suryono mengakui, untuk mendapatkan kantong ajaib itu harus ditebus dengan uang jutaan. ”Karena untuk menyiapkan kantong itu, Dimas Kanjeng juga perlu waktu dan pengorbanan besar,” ujarnya.m7,sab,m17 (tamat)